Tradisi Slots Di Indonesia Saat Ini

Indonesia memiliki keanekaragaman suku dan budaya yang sangat banyak dan menarik untuk dieksplor, salah satunya adalah budaya dan tradisi Suku Betawi yang masih eksis hingga saat kini.

Masyarakat Betawi menjaga dan mempertahankan tradisi leluhur tersebut karena nilai-nilai tradisi yang mengajarkan makna kehidupan manusia untuk saling menjaga kerukunan satu sama lain.

Nah untuk mengenal lebih dalam tentang tradisi masyarakat Betawi tersebut, berikut Kawan GNFI rangkum 5 tradisi masyarakat Betawi yang masih eksis dilakukan hingga saat ini.

Nyorog merupakan tradisi membawakan makanan oleh orang yang lebih muda ke rumah saudaranya yang lebih tua atau dituakan. Nyorog sendiri merupakan bahasa Betawi yang artinya menghantar.

Awalnya, tradisi ini identik dengan memberi sesajen kepada Dewi Sri sebagai simbol kemakmuran. Namun seiring berjalannya waktu masyarakat mulai menyelaraskan nilai islam pada tradisi Nyorog.

Tradisi ini biasa dilakukan sepekan sebelum puasa. Biasanya anggota keluarga yang lebih muda akan membawa bingkisan (sorogan) yang meliputi sembilan bahan pokok atau sembako seperti beras, telur, gula, kopi atau makanan lainnya.

Tradisi ini ditujukan untuk menjaga tali silaturahmi antar keluarga dan menghormati orang atau tokoh yang dituakan.

Tradisi Palang Pintu merupakan tradisi yang berisi laga pencak silat, adu pantun, hingga pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan salawat.

Palang Pintu merupakan tradisi yang menjadi bagian dari upacara pernikahan masyarakat Betawi. Palang pintu menggabungkan seni beladiri dengan seni sastra pantun. Dalam tradisi ini, jawara yang bertindak sebagai perwakilan mempelai laki-laki dan perempuan akan saling menunjukan kemampuan memperagakan gerakan silat dan melontarkan pantun satu sama lain.

Tradisi palang pintu menyimbolkan ujian yang harus dilalui mempelai laki-laki untuk meminang pihak perempuan. Jawara dari daerah asal laki-laki harus bisa mengalahkan jawara yang berasal dari daerah tempat tinggal perempuan.

Hal ini sesuai dengan pelaksanaannya di mana rombongan mempelai laki-laki harus melewati hadangan tantangan yang diberikan oleh pihak perempuan. Sementara itu, berbalas pantun dimaknai sebagai manifestasi dari diplomasi. Palang Pintu juga berfungsi untuk mendekatan hubungan antar kampung dan antar keluarga.

"Palang" dalam bahasa Betawi sendiri artinya penghalang terhadap sesuatu supaya tidak bisa lewat dan "Pintu" diartikan pembuka atau tempat masuk kedalam sesuatu tempat atau hubungan.

Palang Pintu dijadikan sebagai pembuka halangan orang lain yang akan masuk ke daerah tertentu yang memiliki jawara penghalang yang biasa digunakan pada acara pernikahan atau besanan.

Prosesi ini berlangsung dengan seni beladiri mempelai pihak laki-laki dengan pihak perempuan. Tidak lupa mereka akan beradu pantun yang berisikan pertanyaan atau tujuan melamar sang wanita.

Tradisi ini dilaksanakan sebelum akad nikah dimulai, rombongan mempelai pria akan dihadang oleh mempelai wanita.

Nah, mungkin kamu sudah tidak asing lagi dengan nama Roti Buaya ini. Tradisi ini menggunakan roti berbentuk buaya sebagai barang wajib saat upacara pernikahan masyarakat Betawi.

Biasanya panjang Roti Buaya mencapai 50 sentimeter sampai 1 meter dan dibawa oleh mempelai pria saat acara pernikahan.

Roti Buaya sendiri merupakan inspirasi dari tingkah buaya yang hanya kawin sekali seumur hidup mereka sehingga masyarakat Betawi mengharapkan dengan adanya tradisi ini pernikahan bisa langgeng dan pasangan akan saling setia satu sama lain.

Dulunya, Roti Buaya ini juga merupakan lambang kehandalan dan dianggap sebagai makanan golongan atas.

Biasanya, mempelai pria membawa sepasang Roti Buaya yang berbentuk buaya besar dan buaya kecil yang diletakkan di atas Roti Buaya besar yang disimbolkan sebagai buaya wanita.

Lenong adalah kesenian teater tradisional atau sandiwara rakyat Betawi yang dibawakan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta, Indonesia.

Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, gendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong.

Awalnya, Lenong mulai berkembang di Indonesia pada abad ke-20 yang ditampilkan dengan cara mengamen dari satu kampung ke kampung lainnya.

Biasanya pemain Lenong akan meminta sumbangan secara sukarela kepada masyarakat yang menonton pertunjukkannya dan dipertontonkan secara terbuka tanpa menggunakan panggung.

Uniknya, teater Lenong ini tidak membutuhkan naskah cerita dan pemain yang ditetapkan. Pemain akan melakukan Lenong sesuai dengan improvisasi kreatif secara spontan.

Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan, dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dengan dialek Betawi. Dan dilakoni dengan jumlah pemain biasanya bisa mencapai lebih dari 10 pemain dan pengiring musik.

Tradisi Bikin Rume merupakan upacara yang dilakukan oleh masyarakat Betawi sebagai bentuk syukuran saat hendak membangun rumah. Bagi masyarakat Betawi, membangun rumah merupakan kegiatan yang sakral karena melibatkan perhitungan, pantangan, hari baik dan keselamatan bagi yang menempati rumah nantinya.

Tradisi ini berisikan agenda musyawarah keluarga mulai dari jenis rumah yang akan dibangun, ketersediaan lahan, biaya pembangunan, arah bangunan rumah, hingg penentuan hari dibangunnya rumah.

Saat keluarga sudah mendapatkan hari dibangunnya rumah atau "hari baik", pihak keluarga akan mengundang warga untuk mengadakan "Rowahan" atau permohonan kepada Tuhan yang Maha Esa agar proses pembangunan dapat dilindungi dan berjalan lancar.

Biasanya pihak keluarga akan meminta bantuan kepada warga sekitar secara sukarela untuk membantu proses pembangunan rumah seperti meratakan tanah atau yang biasa disebut Baturan.

Saat Baturan dilakukan, orang Betawi akan meletakkan lima bata garam yang diletakkan di tengah dan empat lainnya diletakkan di pojok tanah yang dipercaya untuk membebaskan bangunan dari makhlus halus dan dilanjutkan dengan peletakkan uang perak sebelum dibangun tiang guru atau tiang utama bangunan.

Setelah itu baru dilakukan pemasangan kaso pada bagian atas rumah dan orang Betawi akan membuat bubur merah dan bubur putih yang diletakkan di atas tiap-tiap tiang guru sebagai sesajen keamanan bagi pemilik rumah.

Nah itulah beberapa tradisi Suku Betawi yang masih dipraktikkan hingga saat ini. Walau sudah mulai jarang dipraktikkan dan ditemui, tradisi ini sejatinya bertujuan untuk mendekatkan hubungan manusia satu sama lain dan ucap syukur masyarakat Betawi kepada Tuhan.

Semoga tradisi-tradisi Suku Betawi tadi tetap eksis dan terjaga adat dan budaya ya!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Nama 'gendang beleq' disematkan pada tradisi ini karena salah satu alatnya merupakan gendang besar. Tradisi ini berbentuk layaknya orkestra yang terdiri dari dua buah gendang beleq yang disebut gendang mama (laki-laki) dan gendang nina (perempuan). Komposisi musik dari tradisi ini bisa dimainkan dengan posisi duduk, berdiri, dan berjalan untuk mengarak iring-iringan. Lalu terdapat gendang kondeq (gendang kecil) sebagai pembawa melodi.

Sebagai alat ritmis, terdapat dua buah reoq, enam hingga delapan buah perembak kodeq, sebuah petuk, sebuah gong besar, gong penyentak, gong oncer, dan dua buah lelontek. Konon, dulunya tradisi ini dimainkan ketika ada pesta yang diselenggarakan oleh pihak kerajaan.

Memaos merupakan kesenian yang sering dijadikan lomba di beberapa wilayah di Lombok. Lomba memaos yakni lomba membaca lontar atau menceritakan hikayat kerajaan pada masa lampau.

Lomba ini digelar secara kelompok yang terdiri dari tiga hingga empat orang, dengan susunan satu orang menjadi pembawa, satu orang menjadi penjangga, dan sisanya menjadi pendukung vokal. Tujuan tradisi ini untuk menanamkan nilai budaya kepada generasi mudah dan penerus untuk mengetahui kebudayaan di masa lampau yang hampir tidak diketahui keberadaannya.

Perang topat merupakan acara adat yang diadakan di Pura Lingsar, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Perang ini menjadi simbol perdamaian antara umat Muslim dan Hindu di Lombok.

Tradisi ini umumnya dilakukan pada sore hari, setiap bulan purnama ke tujuh dalam penanggalan Suku Sasak. Sesuai namanya, 'perang' dalam tradisi ini berarti masyarakat Muslim dan masyarakat Hindu saling melempar ketupat.

Ketupat yang telah digunakan untuk berperang tersebut sering kali diperebutkan karena dipercaya dapat membawa kesuburan bagi tanaman. Kepercayaan ini sudah berlangsung selama ratusan tahun, dan masih dipercaya dan dijalankan hingga saat ini.

Penulis: Resla Aknaita Chak

tirto.id - Bulan Suro 2024 sampai kapan? Berapa jumlah hari dalam bulan Suro 2024? Lantas, apa saja larangan dan tradisi di Jawa ketika memasuki bulan Suro?

Bulan Suro adalah bulan pertama dalam Kalender Jawa. Bulan ini menandai adanya pergantian dari tahun yang lama ke tahun yang baru. Pada 2024, bulan Suro bakal menjadi bulan pembuka tahun Jawa 1958, setelah tahun 1957 rampung.

Mengacu pada kalender Jawa terbaru, tahun 1957 akan berakhir pada Sabtu Wage, 6 Juli 2024, bertepatan dengan tanggal 29 Besar. Keesokan harinya, pada Minggu Kliwon, 7 Juli 2024, kalender akan berganti ke tanggal 1 Sura 1958.

Masyarakat Jawa memiliki kepercayaan bahwa bulan Suro merupakan bulan yang cukup sakral. Terdapat sejumlah pantangan atau larangan yang tak boleh dilakukan di bulan ini. Bersamaan dengan itu, berbagai tradisi juga diselenggarakan untuk menyambut bulan Suro.

Bulan Suro 2024 Sampai Kapan?

Bulan Suro 2024 akan berlangsung sampai 30 hari. Awal bulan Suro 1958 (Tahun Jawa) bakal jatuh pada hari Minggu Kliwon, 7 Juli 2024. Adapun akhir dari bulan Suro tahun ini akan bertepatan dengan hari Senin Wage, 5 Agustus 2024.

Periode bulan Suro dimulai dari tanggal 1 hingga 30 Suro. Kata Suro diketahui berasal dari Bahasa Arab, yaitu Asyura. Asyura memiliki arti sepuluh atau hari ke-10 dalam bulan Muharram.

Bulan Suro menjadi bulan pertama dalam kalender Jawa. Kalender ini berlaku sejak zaman Mataram Islam di bawah pimpinan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645). Di sisi lain, bulan Suro dikenal dengan sebutan Muharram di kalangan umat Islam.

Dalam kepercayaan umat Islam, bulan Muharram dijuluki sebagai "bulan Allah". Muharram tergolong sebagai bulan yang mulia. Berbagai amalan sunnah dianjurkan untuk dilakukan di bulan Muharram, seperti puasa dan sedekah.

Berikut ini adalah daftar tanggal di bulan Suro 1958:

7 Juli 2024 = Minggu Kliwon, 1 Sura 1958 / Tahun Baru Islam 1446 H

8 Juli 2024 = Senin Legi, 2 Sura 1958

9 Juli 2024 = Selasa Pahing, 3 Sura 1958

10 Juli 2024 = Rabu Pon, 4 Sura 1958

11 Juli 2024 = Kamis Wage, 5 Sura 1958

12 Juli 2024 = Jumat Kliwon, 6 Sura 1958

13 Juli 2024 = Sabtu Legi, 7 Sura 1958

14 Juli 2024 = Minggu Pahing, 8 Sura 1958

15 Juli 2024 = Senin Pon, 9 Sura 1958

16 Juli 2024 = Selasa Wage, 10 Sura 1958

17 Juli 2024 = Rabu Kliwon, 11 Sura 1958

18 Juli 2024 = Kamis Legi, 12 Sura 1958

19 Juli 2024 = Jumat Pahing, 13 Sura 1958

20 Juli 2024 = Sabtu Pon, 14 Sura 1958

21 Juli 2024 = Minggu Wage, 15 Sura 1958

22 Juli 2024 = Senin Kliwon, 16 Sura 1958

23 Juli 2024 = Selasa Legi, 17 Sura 1958

24 Juli 2024 = Rabu Pahing, 18 Sura 1958

25 Juli 2024 = Kamis Pon, 19 Sura 1958

26 Juli 2024 = Jumat Wage, 20 Sura 1958

27 Juli 2024 = Sabtu Kliwon, 21 Sura 1958

28 Juli 2024 = Minggu Legi, 22 Sura 1958

29 Juli 2024 = Senin Pahing, 23 Sura 1958

30 Juli 2024 = Selasa Pon, 24 Sura 1958

31 Juli 2024 = Rabu Wage, 25 Sura 1958

1 Agustus 2024 = Kamis Kliwon, 26 Sura 1958

2 Agustus 2024 = Jumat Legi, 27 Sura 1958

3 Agustus 2024 = Sabtu Pahing, 28 Sura 1958

4 Agustus 2024 = Minggu Pon, 29 Sura 1958

5 Agustus 2024 = Senin Wage, 30 Sura 1958

Larangan-Larangan Bulan Suro di Jawa

Bulan Suro umumnya cukup familiar dengan berbagai larangan yang mengemuka. Sejumlah larangan tersebut berkaitan dengan hal-hal yang bersifat mistis dan membawa konsekuensi tersendiri jika tidak diikuti.

Kendati begitu, larangan yang ada di bulan Suro cenderung mendekati mitos. Sulit membuktikan kebenaran larangan-larangan ini. Namun demiian, masyarakat di Jawa tetap diberi kebebasan untuk mempercayai mitos tersebut ataupun tidak.

Berikut ini daftar adalah larangan yang terdapat di bulan Suro:

1. Tidak boleh keluar rumah. Larangan ini merupakan anjuran agar masyarakat Jawa tetap berada di dalam rumah. Sebab, malam 1 Suro dianggap sebagai momen ketika hal-hal buruk tengah bertebaran di luar rumah.

2. Hindari membuat acara pernikahan. Terdapat kepercayaan bahwa menggelar acara pernikahan di bulan Suro bisa mendatangkan kesialan. Berbagai ritual dianggap sedang berlangsung di bulan ini. Karena itu, tak baik jika menghelat pernikahan di bulan Suro.

3. Dilarang membakar sampah. Masyarakat Jawa meyakini bahwa membakar sampah di malam 1 Suro bisa menimbulkan nasib buruk. Api dianggap mengandung kekuatan mistis yang memicu kedatangan makhluk gaib.

4. Jangan membuka proyek besar. Tak hanya malam 1 Suro, terdapat pula pantangan di malam 2 Suro. Pantangan ini berupa larangan untuk membuka proyek besar atau usaha baru.

5. Jangan pindah rumah. Hal buruk dipercaya bakal menimpa orang yang pindah rumah di tanggal 1 Suro. Masyarakat Jawa umumnya akan menghindari kegiatan tersebut dan memilih menundah jadwal pindah rumah.

Tradisi Bulan Suro di Jawa

Masyarakat di Jawa memiliki bermacam tradisi ketika kalender Jawa telah memasuki bulan Suro. Tradisi ini berawal dari kepercayaan bahwa bulan Suro merupakan bulan yang sakral atau suci.

Kesakralan bulan Suro menjadi waktu yang tepat untuk lebih banyak melakukan perenungan, introspeksi, dan sarana mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Untuk itu, berbagai tradisi diadakan di bulan Suro.

Tradisi yang cukup terkenal di bulan Suro adalah kirab atau iring-iringan. Acara tersebut biasanya diadakan di malam 1 Suro. Di Keraton Surakarta, acara kirab melibatkan kebo bule milik keraton yang diyakini keramat.

Berbeda dengan Surakarta, sejumlah masyarakat di Yogyakarta akan mengisi malam 1 Suro dengan menjalankan tradisi Tapa Bisu. Kegiatan ini adalah jalan-jalan mengelilingi keraton Yogya tanpa mengucap sepatah kata pun.

Sementara itu, masyarakat di Jawa juga mengenal tradisisuroan di malam 1 Suro. Warga akan berkumpul di dalam masjid untuk melakukan suatu upacara. Sebagian masyarakat juga bakal menjalani laku prihatin dengan tidak tidur semalaman.

Acara kebudayaan menjadi tradisi lain dalam bulan Suro. Di Klaten, warga bakal mengadakan selametan (kenduri) massal dan menggelar pertunjukan Wayang Kulit di malam hari, bertepatan dengan tanggal 7 Suro.

Bulan Suro dirayakan oleh warga Temanggung, Jawa Tengah dengan menyanyikan Kidung Jawa berjudul Dhandang Gula secara bersama-sama. Tradisi ini berlanjut dengan Kacar-kucur dan membaca doa keselamatan yang dipimpin kaur keagamaan.

ROMA77 Agen Permainan Online Tergacor Di Indonesia Saat Ini

Afatogel adalah situs togel online terpercaya yang menyediakan pasaran togel hongkong pools dan judi togel...